Minggu, 18 Juli 2010

Resep gudeg yogya praktis

Jum'at. Suatu saat kangen banget lidahku sama gudeg batas kota. Tak sekeren gudeg bu Ahmad, Selokan atau gudeg Citro, gudeg Mijilan, dan gudeg-gudeg standar souvenir yang lain. Gudeg batas kota hanya warung kecil yang nempel di hotel Accacia, sekarang hotel Saphir di batas kota Demangan, dekat jalan Solo, Yogya.
Gudeg ini menawarkan sensasi khas saku mahasiswa yang pas-pasan. Murah, tapi kena di lidah. Apalagi waktu itu harus berjuang dengan jalan kaki agak jauh sebelum akhirnya harus antri dan perut sudah kelewat lama menunggu.Mungkin ini yang membawa kenangan tentang kenikmatannya. Makan ketika perut sudah benar-benar lapar.
Alkisah, karena terlalu jauh perjuangan untuk mendapatkannya, aku download saja resep di internet. Nekad bikin sendiri dengan bakat masak yang pas-pasan. Banyak resep yang sama, mungkin copy paste. But, it's okey. Beberapa resep aku mix untuk mendapatkan resep yang praktis. The real gudeg membutuhkan waktu 7-8 jam memasak di atas tungku kayu. Jelas aku tak kan sabar menunggu. Harus ada cara lain. Browsing lagi. So ketemu cara praktisnya. Pakai panci presto..! Yup Ini dia..

Siapkan bahan-bahannya :
1 buah nangka muda ukuran sedang, potong-potong sesuai selera.
6 buah telur bebek rebus
2 buah tahu potong-potong
500 ml santan kental
1/2 ekor ayam
5-10 lembar daun salam.
3 buah serai geprak
asam jawa secukupnya
daun jeruk purut 5 lembar
Laos yang diiris-iris kurang lebih 8 irisan tipis
Air kelapa

Haluskan:
12 bawang merah
7 bawang putih
1/2 sdt jintan
10 butir kemiri
1 sdm ketumbar
1 sdt terasi bakar
150 gr gula merah iris
2-3 sdt garam

Cara Masak :

Tata di dalam panci presto yang dialasi daun jati 3 lembar : Daun salam, laos iris, ayam, nangka dan telur. Campur santan dan bumbunya. Tuangkan ke dalam susunan bahan. Tutup dengan daun jati lagi. Masak dengan panci presto selama 30 menit. Diamkan sampai dingin dan agak meresap.Setelah itu, dengan hati-hati tata bahan di wajan besar, lalu masak untuk mendapatkan efek kering. Jangan terlalu diaduk, bila tak ingin hancur. Setelah agak kering atau sesuai selera, angkat masakan dari wajan. siap deh dihidangkan.
Selamat mencoba...

Jumat, 16 Juli 2010

Ayah

Aku mengingatnya sebagai figur tanpa kata
dia menjelma dalam rupa
ketika ingatanku menggegas dalam doa
tak ada amarah, tak ada puja
apalagi cela
dia hanya bicara dengan tubuhnya
seperti ketika
aku mendapat diaryku yang pertama
tak ada pituah
bagaimana menggores lembar-lembarnya
padahal aku baru belajar berkata-kata
dengan diam pula
aku menggali makna
sejak itu, kutahu dialah sahabatku utama

meski jejaknya bertebaran dimana-mana
dia tak pernah bercerita
tentang keringat emasnya.
tak ada kami diajari cara berbangga
apalagi memakai namanya
semua sudah selayaknya
dan sudah pada tempatnya
kehidupan yang bersahaja

kau mengerti :
demikianlah dia mengajari
bikin jejakmu sendiri !

maaf bapak
ketika kuhanya mampu menetek saja
tak bisa membuatmu bangga

aku tak bisa berperang
jika itu tentang
sejarah yang diperebutkan

aku hanya bisa mengenang
sebuah kerja tanpa keluhan
tanpa airmata
tanpa sejarah yang direncanakan
sebagaimana para pendahulu
memulai sebuah cangkulan

abah
aku bangga
dengan kebisuanmu

Introduction